ENAM WASIAT IMAM AL-GAZALI
Oleh: Taufikurrahman
Imam al-Gazali seorang ulama yang terkenal, tidak saja ahli dalam ilmu fikih, beliau juga terkenal sebagai pakar tasawuf. Gelar sebagai filsuf muslim juga disandangnya. Di samping terkenal namanya, karya-karyanya juga tersebar dibeberapa kitab yang menjadi bacaan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Dalam kesempatan ini akan penulis uraikan enam wasiat beliau yang patut menjadi perhatian dan pedoman kita.
Pertama: Mengingat kematian.
Membicarakan kematian menurut Imam Gazali bukanlah hal yang menyenangkan. Karena sudah menjadi naluri manusia untuk hidup lebih lama di dunia ini, sehingga terkadang melupakan akan kematian. Banyak alasan seseorang enggan mati. Mungkin saja tidak mengetahui apa yang akan dihadapi setelah kematian, mungkin pula ia mengira bahwa kehidupan saat ini lebih baik dari kehidupan setelah kematian. Atau membayangkan betapa sulitnya proses kematian itu, sejak dicabutnya nyawa dari badan, dimasukkan ke dalam kubur, melalui pertanyaan munkar dan nakir, serta proses selanjutnya dibangkitkan, ditimbang amalnya, melalui titian sirathal mustaqin sampai dihisab apakah di surga atau di neraka. Atau kekhawatiran meninggalkan keluarga yang masih membutuhkan keberadaannya di dunia ini. Karena itu dengan mengingat kematian akan membuat orang akan mempersiapkan bekal yang dibawa setelah kematian.
Kedua; Sesuatu yang jauh dari kita adalah masa lalu.
Kita tidak lagi kembali kemasa lalu, tetapi kesalahan yang pernah dilakukan perlu menjadi pelajaran untuk tidak mengulang lagi. Selayaknya kehidupan sekarang diisi dengan kebajikan dan perbuatan yang bermanfaat. Masa lalu dijadikan pedoman untuk menjalani kehidupan masa yang akan datang.
Ketiga; Mengendalikan nafsu.
Nafsu perlu dikendalikan, karena jika tidak akan membawa kepada yang tidak baik. Menuruti kemauan nafsu bisa membahayakan, misalnya makan yang berlebihan, keinginan memiliki sesuatu yang belum terlaksana, membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan dan lain-lain. Karena itu kita harus ingat bahwa nafsu membawa kepada kejahatan. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya dalam surat Yusuf ayat 53: Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Puasa yang kita kerjakan saat ini dikatakan nabi perisai atau benteng pertahanan. Artinya perlindungan dari neraka, yaitu melindungi orang yang berpuasa dari nafsu syahwat yang mengganggunya. Puasa juga dimaksudkan sebagai pelindung dari dosa-dosa, pelindung dari api neraka. Hal ini dikarenakan puasa dapat menahan diri dari nafsu syahwat. Kalau seseorang dapat mengendalikan diri dari nafsu syahwat pada kehidupan di dunia, maka akan menjadi penghalang baginya dari neraka di akhirat kelak.
Keempat; Memegang amanah.
Amanah adalah sesuatu yang berat, namun sering orang berlomba-lomba mengejarnya. Jabatan dan kedudukan menjadi tujuan dalam hidupnya. Padahal Rasulullah sudah menyatakan bahwa setiap kamu adalah pemimpin, mulai pemimpin rumah tangga sampai kepada pemimpin pada livel yang tertinggi akan dimintakan pertanggungjawabannya. Karena itu memegang amanah sangat dianjurkan untuk keselamatannya.
Kelima: Menjaga shalat.
Shalat adalah hal yang ringan, bila dilihat dari segi waktu dan cara mengerjakannya. Karena menganggap ringan, akhirnya banyak yang mengabaikan. Menganggap ringan terhadap sebuah pekerjaan tidak menjaga dan memelihara shalat, karena shalat menjadi penilaian dari semua ibadah. Rasulullahbersabda: Yang pertama nanti dihisab pada hari kiamat adalah shalat, jika shalatnya baik, maka akan baiklah ibadah-ibadah lainnya, tetapi jika shalatnya rusak, maka ibadah lainnya juga akan mengikutinya.
Keenam; Menjaga lidah.
Lidah itu lebih tajam dari pedang, sebuah peribahasa yang punya makna yang dalam. Luka karena lidah sulit sembuhnya dibanding luka karena pedang. Karena itu jagalah lidah agar lidah mengucapkan yang bermanfaat dan tidak menyakiti pendengarnya. Allah juga mengingatkan janganlah pemberian diikuti dengan kata-kata yang menyakitkan, sebab akan membatalkan pahalanya.
Memelihara lidah adalah suatu kewajiban bagi setiap orang, karena apa yang diucapkan oleh lidah akan dipertanggungjawabkan. Malaikat selalu setia mencatat apa yang dilakukan oleh lidahnya. Dalam surat Qaf ayat 18 Allah menjelaskan; Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu mencatatnya. Karena itu menurut Imam Nawawi setiap orang yang sudah mukallaf agar selalu menjaga lidahnya dari semua ucapan, kecuali ucapan yang baik dan mendatangkan manfaat.[1]
Samarinda, 18 Ramadhan 1443 H.
[1]MuhyiddinAbiZakaria An-Nawawi, RiyadusShalihin, (Beirut; Daru al-Ihya al-Ulum; 1987), h.513.