GERAKAN RAMADHAN MENGAJI
Oleh: Taufikurrahman
Dulu saat pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Kabupaten Kutai Timur di Sangatta tahun 2015, tema yang diangkat oleh panitia pelaksana adalah “gerakan magrib mengaji.”
Sebuah tema yang mengingatkan kita pada masa old (zaman doeloe) di era serba kesederhanaan. Penerangan listrik sangat terbatas, bahkan masih banyak desa-desa yang belum dialiri listrik. Untuk keperluan penerangan pada malam hari masih menggunakan lampu teplok bahkan lampu sumbu tanpa kaca yang apinya berwarna merah dan sering membuat hidung berwarna hitam akibat terhirup asap lampu itu.
Sebuah gambaran “tempoedoeloe” di desa-desa pada malam hari sangat sederhana. Kondisi serba terbatas itu tidak membuat masyarakat yang beragama Islam sepi kegiatan. Bahkan kegiatan keagamaan seperti mengaji sering dilaksanakan pada malam hari. Jika pada sore hari menjelang magrib, suasana religius sangat identik dengan desa. Anak-anak, remaja dan bahkan orang dewasa sudah mulai berkumpul di surau (mushalla) dan masjid menunggu shalat berjamaah. Pakaian khas sarung dan peci hitam yang sederhana, tidak jarang bagi anak-anak sarung dan peci yang dipakainya kebesaran, belum ada baju koko berbagai merek dan warna seperti sekarang ini. Semua itu tidak mengurangi semangat mereka dalam melaksanakan ibadah. Usai shalat shalat Magrib masing-masing mempunyai kegiatan keagamaan, menghadiri majelis taklim, belajar praktik ibadah tak terkecuali mengaji (membaca al Qur’an). Jika kita berjalan melewati sebuah kampung, hampir setiap rumah terdengar suara anak-anak dan remaja belajar al Qur’an. Ada yang berkelompok mendatangi guru ngaji dan ada pula terbatas di lingkungan keluarga yang orang tuanya mengajarkan anak-anaknya membaca Al Qur’an. Mulai belajar alif-alifan (sebutan dari bahan ajar), tajwid sampai kepada lagu.
Hilir mudik para pencinta Al Qur’an mendatangi guru mengaji yang melaksanakan tugasnya dengan penuh keikhlasan tanpa mengharap imbalan, hanya semata-mata mengharap keridhaan Allah Swt. Suasana akrabpun sangat terasa dalam kehidupan di masyarakat. Kebiasaan mengaji pada waktu magrib inilah yang oleh kita sekarang dinamai dengan magrib mengaji. Pemberian nama tersebut merupakan sebuah kerinduan akan suasana seperti dahulu.
Meskipun suasana magrib mengaji zaman dulu dalam keterbatasan sarana dan prasarana, tetapi sangat berkesan dan menjadi kerinduan bagi kita yang hidup di zaman yang serba modern dalam teknologi dan informasi ini. Bila kita sedikit bernostalgia kemasa lalu, bukan magrib saja waktu mengaji, bahkan sampai larut malam. Kegiatan mengaji atau yang sering disebut dengan tadarus Al Qur’an bagi orang-orang dewasa sampai menjelang tengah malam.
Kegiatan tadarus Al Qur’an juga dilakukan pada bulan ramadhan, apalagi saat zaman teknologi ini banyak melalui group whatsApp. Karena itu ramadhan ini kita buat gerakan mengaji. Kalau di luar ramadhan targetnya one days one juz, maka di dalam bulan yang penuh berkah ini tentu masing-masing meningkatkan bacaannya dan dilanjutkan dengan mengetahui kandungan isinya, men-tadabburi-nya dan kemudian mengamalkannya. Aamiin.
Samarinda, 17 Ramadhan 1443 H.